Suatu ketika, seorang yang akan melaksanakan ibadah Haji dilarang oleh Dokter dikarenakan kesehatannya, kemudian orang tersebut "sowan" ke KH. Abdul Hamid di Pasuruan, sesampai disana, ribuan orang telah memadati Masjid dimana "mbah" Hamid mengimami sholat subuh, sambil melepas lelah setelah menempuh perjalanan jauh, orang tersebut istirahat di teras masjid sambil menunggu waktu yang pas untuk menghadap "mbah" Hamid, tanpa di duga, "mbah" Hamid telah berada dihadapan dan berkata " hai orang kudus... berangkato..berangkato ( berangkatlah )... subhanallah, setelah dari pasuruan langsung menuju ke Dokter dan dokterpun heran, penyakitnya telah hilang dan dinyatakansembuh total dan diijinkan berangkat Haji .... ( Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1970 an ..)
Dan cerita satu lagi dari hasil browsing2 : ada seseorang meminta nomer togel ke Kyai
Hamid. Oleh Kyai Hamid diberi dengan syarat jika dapat togel maka uangnya harus
dibawa kehadapan Kyai Hamid. Maka orang tersebut benar-benar memasang nomer
pemberian Kyai Hamid dan menang. Saran ditaati uang dibawa kehadapan Kyai
Hamid. Oleh kyai uang tersebut dimasukan ke dalam bejana dan disuruh melihat
apa isinya. Terlihat isinya darah dan belatung. Kyai Hamid berkata “tegakah
saudara memberi makan anak istri saudara dengan darah dan belatung?” Orang
tersebut menangis dan bertobat.
Setiap pergi ke manapun Kyai Hamid selalu didatangi oleh
umat, yang berduyun duyun meminta doa padanya. Bahkan ketika naik haji ke
mekkah pun banyak orang tak dikenal dari berbagai bangsa yang datang dan
berebut mencium tangannya. darimana orang tau tentang derajat Kyai Hamid?
Mengapa orang selalu datang memuliakannya? Konon inilah keistimewaan beliau,
beliau derajatnya ditinggikan oleh Allah SWT.
Pada suatu saat orde baru ingin mengajak Kyai Hamid masuk
partai pemerintah. Kyai Hamid menyambut ajakan itu dengan ramah dan menjamu
tamunya dari kalangan birokrat. Ketika surat persetujuan masuk partai
pemerintah itu disodorkan bersama pulpennya, Kyai Hamid menerimanya dan
menandatanganinya. Anehnya pulpen tak bisa keluar tinta, diganti polpen lain
tetap tak mau keluar tinta. Akhirnya Kyai Hamid berkata: “Bukan saya yang gak
mau tanda tangan, tapi bolpointnya gak mau”. Itulah Kyai Hamid dia menolak
dengan cara yang halus dan tetap menghormati siapa saja yang bertamu
kerumahnya.